Secara normatif antara lembaga-lembaga negara
tersebut harus tercipta mekanisme check and balances. Institusi-institusi
tersebut harus bekerja sama, sinergi dalam menjalankan pemerintahan. Walaupun
ketiga lembaga tersebut mempunyai wilayah kekuasaan dan kewenagan masing-masing
yang berbeda, saling mengawasi dan mengontrol serta mengimbangi kekuasaan atau
menghindari dominasi baik itu dari eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Namun dari itu semua penulis menemukan beberapa mekanisme check and balances
yang sebenarnya telah digunakan oleh ketiga lembaga tersebut.
Untuk mencegah jangan sampai suatu parlemen
mempunyai kekuasaan yang melebihi badan-badan lainnya, bisa diadakan suatu
sistem kerjasama dalam tugas yang sama, yaitu membuat undang-undang antara
parlemen dengan pemerintah, atau didalam parlemen itu dibentuk dua kamar yang
akan saling mengadakan perimbangan[1]. Di Indonesia hal ini direpresentasikan dengan adanya DPD
(Dewan Perwakilan Daerah). Kekuasaan pembuatan undang-undang yang dipegang DPR
dan DPD sebagai co-legislator, diawasi dan diimbangi kekuasaan presiden untuk
mengajukan dan membahas RUU, serta ketentuan bahwa suatu RUU harus mendapat
persetujuan bersama antara DPR dan presiden untuk dapat menjadi suatu UU[2]. Dan yudikatif juga mengawasi apakah UU dari legislative
dan eksekutif sesuai dengan konstitusi negara. Kekuasaan pembuatan Lembaga
legislatif juga harus kuat dalam melakukan kontrol terhadap eksekutif agar
tidak terlalu dominan juga, namun bukan berarti legislatif boleh mencampuri
kekuasaan eksekutif.
Lembaga yudikatif atau disebut juga lembaga
pengadilan bertugas untuk mengawasi lembaga eksekutif maupun legislatif, apakah
kedua lembaga tersebut berjalan sesuai dengan rule of law. Untuk itu perlu juga
lembaga yudikatif bersifat obyektif dan tidak terpengaruh oleh lembaga lain
walaupun dahulu pimpinan yudikatif diangkat dari pihak eksekutif dan disetujui
legislatif.
Jika kekuasaan itu diberikan kepada suatu
alat perlengkapan negara yang tidak bebas dan karena itulah tidak obyektif
pula, maka kekuasaan itu akan dipergunakannya untuk meneguhkan kedudukannya
atau oleh penyelenggara alat perlengkapan itu akan dipakainya ialah untuk
mencipta suatu maksud yang lain dari pada memelihara keadilan[3]. Oleh karenanya penting jika kekuasaan yudikatif mandiri
merdeka dan terpisah. Kemudian lembaga yudikatif tersebut harus berjalan sesuai
dengan ketentuan yang telah ada yang ditetapkan legislatif dan juga terkontrol
dari eksekutif maupun legislatif. MK juga memiliki peran mengawasi dan
mengimbangi kekuasaan eksekutif dalam bentuk menguji UU terhadap UUD, dimana
presiden juga berperan sebagai co-legislator[4].
Permasalahan-permasalahan institusi seperti yang telah dituliskan pada
bab pembahasan tersebut adalah konsekuensi dari dispersion of power dalam hal
ini trias politika. Namun bukan berarti hal tersebut buruk, tapi itu adalah
sebuah proses bagaimana negara akan menemukan jalan kekuasaan yang bisa
dikelolanya dengan benar tanpa menyimpang.
Menggantisipasi pertikaian antar lembaga negara tersebut, seperti
dicontohkan lembaga legislatif dan yudikatif. Seharusnya tercipta relasi yang
baik antarlembaga negara diperlukan terutama dalam mengemban kepentingan
publik. Namun, sejak era reformasi, praktik relasi yang baik antarlembaga
negara itu kerap disharmoni. Publik menilai, gesekan antarlembaga itu terutama
terjadi karena ego sektoral setiap lembaga. [5]
Kemunculan lembaga-lembaga baru negara pada
era reformasi menandai pergeseran sistem ketatanegaraan Indonesia dari model
otoritarian menjadi cenderung demokratis. Namun, dalam iklim yang terbuka
tersebut relasi antarlembaga justru mengalami hambatan serius dalam mengemban
kepentingan publik. Hambatan muncul ketika terjadi tumpang tindih dalam tugas
dan wewenang setiap lembaga.
[1] Lihat dalam Moh. Kusnardi
dan Bintan R Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Undang-Undang Dasar
1945, 1978: hal 31
[2] Disampaikan oleh Janedjri M Jafar dalam judul Konstitusi
Indonesia Checks and Balances, diambil dari http://www.unisosdem.org/article_printfriendly.php?aid=7826&coid=3&caid=21
[3] T.L.N. no 18
[4] Disampaikan oleh Janedjri M Jafar dalam judul Konstitusi
Indonesia Checks and Balances, diambil dari http://www.unisosdem.org/article_printfriendly.php?aid=7826&coid=3&caid=21
[5] Lihat Relasi Lembaga
Negara Terhambat dari http://www.polmarkindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4247
Komentar
Posting Komentar