Langsung ke konten utama

Inaq Karni, Nenek "Perkasa" dari Sintung


Tak beralas kaki, baju dengan motif bunga merah membalut tubuhnya, celana krem dengan bekas lumpur di beberapa bagian, sama lusuhnya dengan bajunya. Ia turun perlahan di tebing yang cukup curam dan licin, tangannya berbalut kulit yang sudah mulai keriput berusaha menahan satu ikat besar bambu yang dijunjung di kepalanya agar tetap seimbang. Sorot matanya yang sudah mulai lemah memandangi kami yang sedang duduk menikmati kopi di pinggir danau. Senyumnya melebar dan menyapa kami.
 “Siang-siang begini memang enaknya berendam disini, airnya sangat dingin,” katanya sambil memperbaiki posisi jilbab hitam yang usah mulai pudar warnanya.
Iya, disela menikmati birunya danau buatan yang dikelilingi rimbun pepohonan, mata saya tertuju pada seorang wanita tua yang dengan susah payah menuruni jalanan yang licin dengan membawa ikatan bambu di kepalanya. Satu ikat bambu berisi 5-6 bambu sebesar lengan orang dewasa. Ia sepertinya sadar saya perhatikan.
Inak Karni namanya, ini dua kali seminggu masuk hutan mengangkut bambu milik salah H. Sahar, salah satu pengepul di kampungnya.
Baru dua ikat bambu yang berhasil diangkutnya, hari itu ia berhasil mengangkut 5 ikat dengan berbagai ukuran, totalnya ada 27 potong bambu yang panjangnya 5 sampai enam meter per potong. “Saya dibayar Rp. 1.000,- per batang bambu,” ujar perempuan tua itu. Hari ini ia mampu mengangkut 27 potong bambu, Rp. 27.000,- berhasil dia dapatkan.
Jalur yang harus dilalui termasuk ekstrim untuk perempuan renta seperti dia. Jaraknya kurang lebih 1 Km, melewati dua sungai dan jalan yang sangat licin. Butuh ekstra sabar dan harus berhati-hati.
“Saya sudah biasa masuk hutan ini, jalan ini sudah saya hafal, Alhamdulillah tidak pernah terpeleset,” ujarnya sembari beristirahat.
Saya bersama seorang teman menawarkan diri membantu mengangkat satu ikat bambu yang paling besar, kami berpikir kalau berdua pasti bisa lebih ringan. Ia sempat menolak, dan mengingatkan kalau bambu yang diangkutnya gatal dan berat. Kami bersikeras, akhirnya kami diizinkan, sementara ia berwudlu untuk sholat dzuhur.
Satu… duaa… tiga… dan akhirnya kami berhasil mengangkat ke pundak, ternyata lumayan berat, tapi saya malu untuk bilang karena beliau saja yang sudah tua mampu mengangkutnya dari dalam hutan.
Susah payah, akhirnya kami berhasil mengangkatnya ke atas tebing tempat mobil yang akan mengangkutnya menunggu. Jalan yang cukup curang dan berpasir cukup menghambat. Keringat bercucuran, dan ternyata berat… heee…..
Sembari beristirahat, saya mengajak Inaq Karni ngobrol santai. Anaknya lima orang, yang paling besar, lelaki sudah menikah dan tinggal di Kalimantan, merantau katanya. Yang kedua perempuan sudah menikah dan tinggal di dekat rumahnya. Yang ketiga dan keempat tak ia ceritakan, yang terakhir masih belia, baru baligh katanya.
“Lulus SMA dia memilih untuk merantau ke Malaysia, niatnya mengumpulkan uang untuk membangun rumah, sudah delapan bulan disana dan setelah puasa mau pulang katanya, padahal belum bisa bangun rumah,” jawabnya sembari memandangi danau biru di bawah kami.
Tawanya terdengar renyah saat saya menanyakan apakah tidak berniat menikah lagi, heee… iseng saja sih, untuk lebih mengakrabkan diri.
“Sejak amaqnya meninggal, saya tinggal di rumah di Sintung Barat, biar dekat sama anak cucu, juga sudah tidak betah tinggal di repok,” sembari tangannya yang sudah dipenuhi keriput menunjuk ke arah timur tempat ladangnya.
Dulu kami termasuk yang pertama tinggal di ladang, tambahnya. Di sana ia bertanam ubi, talas, kopi, dan sayur mayur. Tapi sejak ditinggal amaq sudah hampir tidak pernah diurus ladangnya.
Tak terasa sudah pukul 03.40 Wita, kami memutuskan untuk pulang, langit sudah mulai gelap, hujan akan segera turun. Kami bergegas ke rumah Inaq Siti, tempat kami memesan kopi, dan mengembalikan gelas yang sudah kosong. (kisah Ibu Siti Fatimah akan saya tulis tersendiri).
Saat kembali ke tempat parkir motor, Inaq Karni sudah tak terlihat, rupanya ia memilih untuk berjalan kaki ke dusunnya, jaraknya sekitar 3 kilometer dari Danau Biru. Karena sudah tidak ada kami memutuskan untuk pulang.
Belum sampai 10 menit kami melewati jalanan yang berbatu dan air yang menggenang di beberapa tempat, di kejauhan saya melihatnya berjalan perlahan, sendiri.
Saya memutuskan berhenti dan menawarinya kembali untuk ikut membonceng, halus ia menolak. “Maaf nak, inaq tidak punya uang untuk membayar, lagian dekat juga” katanya.
“Tidak usah bayar, sekalian satu jalur kan, lumayan menghemat tenaga,” jawabku. Akhirnya ia mau dan sambil jalan ia melanjutkan ceritanya mengenai ladangnya yang mulai tak terurus setelah suaminya meninggal.
Ternyata yang ia bilang dekat kami tempuh dengan motor sekitar 45 menit, melewati tiga dusun dengan jalan yang cukup parah. (*)


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Ujian UT ISIP4112 | Pengantar Ilmu Ekonomi dan Kunci Jawaban

1. Jika harga suatu barang turun, maka permintaan akan barang tersebut naik. Pernyataan tersebut termasuk dalam bahasan ekonomi …. a. positif b. normatif c. deskriptif d. teori Jawab: a. benar 2. Sistem ekonomi pasar berbasiskan pada .... a. Peraturan pemerintah b. Kekuasaan kepemilikan sumber daya atau factor produksi kepada rakyat yang diwakilkan melalui pemerintah c. Kebebasan individu dan perusahaan dalam menentukan berbagai kegiatan ekonomi d. Sistem ekonomi sosialis dimana pemerintah membuat semua kebijakan ekonomi Jawab: c. benar 3. Melarang monopoli dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat dari aktivitas ekonomi merupakan fungsi pemerintah dalam hal ... a. Mengoreksi kegagalan pasar demi efisiensi b. Membuat program untuk melakukan pemerataan pendapatan c. Membuat kebijakan moneter d. Mengoreksi kebijakan sebelumnya Jawab: a. benar 4. Pernyataan hukum permintaan yang paling tepat adalah .... a. Jika harga suatu jenis barang semakin

Soal Ujian UT SKOM4101 || Pengantar Ilmu Komunikasi Beserta Kunci Jawaban

1. Komunikasi dapat diakatakan sebagai urat nadi kehidupan manusia karena .... A. manusia melakukan kegiatan komunikasi sejak lahir B. komunikasi dilakukan oleh manusia secara terus menerus selama proses kehidupan C. komunikasi membuat seseorang menjadi tidak terasing dengan lingkungannya D. komunikasi membuat seseorang mampu mengenali diri sendiri Jawab: B. Bagus, jawaban yang Anda pilih sudah benar 2. Ada beberapa definisi tentang komunikasi, salahsatu definis tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi memiliki lima komponen yaitu sumber, pesan, media, khalayak dan dampak. Definisi tersebut dikemukakan oleh .... A. Barlnlund B. Weaver C. Shanon D. Lasswell Jawab: D. Bagus, jawaban yang Anda pilih sudah benar 3. Ciri yang melekat pada komunikasi yang bersifat transaksional adalah ... A. adanya penggunaan lambang-lambang dalam kegiatan komunikasi B. pelaku komunikasi tidak harus hadir dalam satu ruangan C. komunikasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan dan tujuan dari para

Perbedaan antara Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Suwandi, dan EYD

1            Ejaan Van Ophuijsen mempunyai ciri-ciri khusus diantaranya: 1)        Masih menggunakan huruf/   j /   untuk bunyi huruf / y /  seperti contoh  yang  atau  Sayang   ditulis dengan    jang, sajang. 2)        Masih menggunakan huruf  / oe/   untuk untuk bunyi huruf / u/  seperti kata  itu  dan  guru  ditulis dengan  itoe  dan  guroe . 3)        Masih Menggunakan Tanda diakritik, seperti koma ain / ’ / seperti contoh  ma’moer, ‘akal,  dan huruf  / k / ditulis dengan tanda / ’ / pada akhir kata misalnya  bapa’ , ta’ 4)        Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf / a / mendapat akhiran / i /, maka di atas akhiran itu diberi tanda trema / ’ /    ta’, pa’, dinamai’ 5)         Huruf / c / yang pelafalannya keras diberi tanda / ’ / diatasnya. 6)        Kata ulang diberi angka 2, misalnya:  jalan2  ( jalan - jalan ) 7)         Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara : a.         Dirangkai menjadi satu, misalnya /hoeloebalang, apabila/, dsb. b.